Senin, 27 Juni 2011

SEJARA BERDIRINYA MA PUTRA AS'ADIYAH DI KAMPUS II MACANANG

Madrasah Aliyah Putra As’adiyah pusat sengkang yang terletak didaerah Macanang Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo salah satu lembaga pendidikan yang eksistensinya berada dibawah naungan pondok pesantren tertua di Indonesia Timur dikenal dengan nama Pondok Pesantren As’adiyah yang lahir 1348 H/1930 M. yang mana dari nama ini hanya penisbaan dari nama pendirinya yakni Gurutta Asysyeh Haji Muhammad As’ad yang pemakaian nama ini resmi setelah Al marhum pendiri berpulang keharibaan yang maha kuasa dan kepemimpinan berada di tangan Gurutta H. Daud Ismail bersama Gurutta H. Muhammad Yunus Martan pada, 25 sya’ban 1372 H. Yang bertepatan dengan 9 mei 1953.Putra As’adiyah Pusat Sengkang yang sudah teruji kapablisitas dan kredibilitasnya dalam pelaksanaan proses pendidikan sebagai nilai aktualisasi dan realisasi pencerdasan putra bangsa selama ± 40 tahun memberikan pengabdian kepada masyarakat dan bangsa.
Adapun latar belakang berdirinya Madrasah Aliyah Putra As’adiyah Pusat Sengkang adalah sebagai berikut :
a.      Karena Pondok Pesantren As’adiyah yang sudah di kenal di masyarakat baik ajarannya maupun pengabdiaanya pada perkembangan agama Islam maka masyarakat menginginkan adanya tingkatan pendidikan yang lebih tinggi agar pengetahuan agama lebih meningkat lagi, jadi keberadaan Madrasah Aliyah Putra As’adiyah Pusat Sengkang unuk memenuhi tuntutan masyarakat Islam.
b.      Perkembangan pendidikan dan kemajuan tehnologi semakin hari semakin meningkat, maka untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman maka pengurus dan pendiri As’adiyah mengambil sikap untuk mendirikan Madrasah Aliyah Putra Pusat Sengkang.
c.      Untuk memenuhi keinginan masyarakat tentang pendidikan agama, pengurus Besar As’adiyah membuka cabang-cabang di daerah, sehingga untuk memenuhi tenaga pendidik di cabang-cabang maka perlu adanya tingkatan yang di bina untuk di persiapkan menjadi tenaga pendidik. Dengan pertimbangan tersebut maka di didirinkanlah  tingkatan Madrasah Aliyah As’adiyah Putra Pusat Sengkang serta melihat banyaknya santri As’adiyah yang telah tamat dari Madrasah Tsanawiyah dari pondok Pesantren As’adiyah yang tamat setiap tahunnya dan masih ingin menimbah ilmu Agama di Pondok Pesantren As’adiyah Sengkang.
d.      Dalam perkembangan selanjutnya, Pada akhir tahun 1990-an, Pemerintah Daerah Wajo menghibahkan tanah seluas 100 ha kepada Pondok Pesantren As’adiyah yang berlokasi di Macanang, Kecamatan Majauleng Kabupaten Wajo. Di lokasi itu, yang sekarang menjadi Kampus III, telah dibangun beberapa gedung untuk asrama santri, kelas, dan kantor. Bangunan-bangunan di Kampus III ini mulai dimanfaatkan pada tanggal 30 Agustus 1998. Namun dengan perkembangan Pondok Pesantren ini, terutama dalam tahun-tahun terakhir, sangat dirasakan kurangnya ruang belajar, dan terlebih lagi asrama untuk santri.
Berdasarkan dari uraian diatas dapat dipahami bahwa berdirinya Madrasah As’adiyah Putra Pusat Sengkang karena pondok pesantren as’adiyah dikenal oleh masyarakat dengan ajarannya maupun pengabdiannya terhadap perkembangan agama islam sehingga masyarakat menginginkan adanya tingkatan pendidikan yang lebih tinggi agar pengetahuan agama lebih meningkat lagi.
Madrasah Aliyah As’adiyah putra Pusat Sengkang pertama didirikanya hanyalah merupakan lembaga yang berbentuk pengajian khalakah yang santri terdiri dari puta dan putri hanya saja pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar di pisahkan oleh tabir, namun akhirnya di pecah menjadi dua yaitu; Madrasah Aliyah Putra yang ditempatkan di JL. Veteran Kelurahan Lapongkoda kecamatan Tempe dan Madrasah Aliyah Putri di Mesjid Jami Jl.K.H.M. As’ad  Kelurahan Siengkang Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo.
Madrasah Aliyah As’adiyah Putra pusat Sengkang akhirnya di pindahkan ke salah satu Kelurahan di Kec. Majauleng, yakni Macanang karena pertimbangan perkembangan kualitas agar pesantren As’adiyah lebih eksis pada komitmen pendirinya. Madrasah Aliyah As’adiyah Putra Pusat Sengkang di Macanang sekarang teletak di tengah-tengah perkampungan masyarakat yang berdiri sejak tahun 1955 sampai saat ini tetap konsisten mengembangkan dan melaksanakan pengajaran dalam konteks kurikulum nasional dengan wajah kepesantrenan.
Untuk memberikan gambaran Madrasah Aliyah As’adiyah Putra Pusat Sengkang di Macanang pada masa depan, maka perlu dipaparkan visi dan misi-nya adalah sebagai berikut :
Ø Visi :
Membentuk Kader Ulama dan Pemimpin yang :
-         Beriman dan bertaqwa
-         Berilmu pengetahuan
-         Dapat merealisasikan diri di era globalisasi
Ø Misi :
-         Mempersiapkan pengajian khalaqah
-         Menciptakan kampus islami yang berciri penguasaan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris
-         Mengaplikasikan keterampilan komputer kepada santri
-         Pengembangan agrobisnis yang berbasis kopontren
-         Melahirkan NKB dikalangan santri.
Adapun lampiran profil sekolahnya berdasarkan data yang berhasil  diperoleh  penulis sebagai berikut :
PROFIL SEKOLAH
 PUTRA AS’ADIYAH PUSAT SENGKANG
DI MACANANG KEC. MAJAULENG KAB. WAJO

Nama Sekolah                                  :    Putra As’adiyah Pusat Sengkang di macanang
Nomor Statistik                               :    312731302090
Propinsi                                            :    Sulawesi Selatan
Kecamatan                                       :    Majauleng
Desa / Kelurahan                             :    Macanang
Jalan dan Nomor                             :    Jl. As’adiyah   No.
Kode Pos                                          :    90991
Telpon                                               :    -
Fax                                                     :    -
Daerah                                              :    Perkotaan
Status Sekolah                                 :    Swasta
Akreditasi                                         :    Disamakan
Surat Keputusan / SK                     :    Nomor 43 Tahun 2002
Penerbit SK ditandatangani oleh  :    An. Kepala Seksi Pengurais
Tahun Berdiri                                  :    Tahun 1955
Kegiatan Belajar Mengajar            :    Pagi dan Siang
Bangunan Sekolah                          :    Milik Sendiri
Lokasi Sekolah                                :    Macanang
Jarak ke Pusat Kecamatan             :    20 KM
Jarak ke Pusat Otoda                      :    30 KM
Terletak pada Lintasan                   :    Desa
Jumlah Keanggotaan Rayong        :    25 Sekolah
Organisasi Penyelenggara              :    Yayasan


Sabtu, 25 Juni 2011

SEJARAH WAJO

Kabupaten Wajo adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Sengkang. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.056,19 km² dan berpenduduk sebanyak kurang lebih 400.000 jiwa.

Wajo berarti bayangan atau bayang bayang (wajo-wajo).Kata Wajo dipergunakan sebagai identitas masyarakat baru 605 tahun yang lalu yang merdeka dan berdaulat dari kerajaan-kerajaan besar pada saat itu. Bupati Wajo: Drs.Andi Burhanuddin Undru,MM

Di bawah bayang-bayang (wajo-wajo=bugis)pohon bajo diadakan kontrak sosial antara rakyat dan pemimpin adat dan bersepakat membentuk kerajaan wajo Perjanjian itu diadakan di sebuah tempat yang bernama Tosora yang kemudian menjadi ibu kota kerajaan Wajo.


Ada versi lain tentang terbentuknya Wajo yaitu kisah We Tadampali seorang putri dari kerajaan Luwu yang diasingkan karena menderita penyakit kusta. beliau dihanyutkan hingga masuk daerah tosora. Daerah itu kemudian disebut majauleng berasal dari kata maja (jelek/sakit) oli'(kulit. Konon kabarnya beliau dijilati kerbau belang di tempat yang kemudian dikenal sebagai sakkoli (sakke'=pulih ; oli = kulit) sehingga beliau sembuh.


Saat beliau sembuh, beserta pengikutnya yang setia ia membangun masyarakat baru. Sehingga suatu saat datang seorang pangeran dari bone (ada juga yang mengatakan soppeng) yang beristirahat didekat perkampungan we tadampali. Singkat kata mereka kemudian menikah dan menurunkan raja-raja wajo Wajo adalah sebuah kerajaan yang tidak mengenal sistem to manurung sebagai mana kerajaan kerajaan di sulawesi selatan umumnya. Tipe kerajaan wajo bukanlah feodal murni tapi kerajaan elektif atau demokrasi terbatas.


Dalam sejarah perkembangan kerajaan wajo, wajo mengalami masa keemasan pada zaman La tadampare puang rimaggalatung Arung Matowa Wajo ke-6 pada abad 15. Islam diterima sebagai agama resmi pada tahun 1610 saat Arung Matowa Lasangkuru Patau Mula Jaji Sultan Abdurrahman memerintah. Hal itu terjadi setelah Gowa, Luwu dan Soppeng terlebih dahulu memeluk Islam.


Pada abad 16 dan 17 terjadi persaingan antara kerajaan makasar (Gowa tallo) dengan kerajaan bugis (Bone, Wajo dan Soppeng) membentuk aliansi tellumpoccoe untuk membendung ekspansi gowa Aliansi ini kemudian pecah saat Wajo berpihak ke Gowa dengan alasan Bone dan Soppeng berpihak ke belanda. Saat gowa dikalahkan oleh armada gabungan bone, soppeng, voc dan buton, Arung matowa wajo pada saat itu La Tenri Lai To Sengngeng tidak ingin menandatangani perjanjian Bungayya.


Akibatnya pertempuran dilanjutkan dengan drama pengepungan wajo, tepatnya benteng tosora selama 3 bulan oleh armada gabungan bone dibawah pimpinan Arung Palakka.


Setelah wajo ditaklukkan, tibalah wajo pada titik nadirnya. Banyak orang wajo yang merantau meninggalkan tanah kelahirannya karena tidak sudi dijajah.


Hingga saat datangnya La Maddukkelleng Arung Matowa Wajo, Arung Peneki, Arung Sengkang, Sultan Pasir beliau memerdekakan wajo. Sehingga beliau mendapat gelar (Petta Pamaradekangngi Wajo) tuan yang memerdekaakan wajo.


Arung Matowa Wajo masih kontroversi, versi pertama pemegang jabatan arung matowa adalah Andi Mangkona Datu Soppeng sebagai arung matowa wajo ke-45 setelah beliau terjadi kelowongan hingga wajo melebur ke Republik versi kedua hampir sama dengan pertama, tapi Ranreng Bettempola sebagai legislatif mengambil alih jabatan arung matowa (jabatan eksekutif) hingga melebur ke republik versi ketiga setelah lowongnya jabatan arung matowa, maka Ranreng Tuwa (H.A. Ninnong) sempat dilantik menjadi pejabat arung matowa dan memerintah selama 40 hari sebelum kedaulatan wajo diserahkan kepada gubernur sulawesi saat itu, bapak Ratulangi demikianlah sejarah wajo hingga melebur ke republik ini hingga kemudian ditetapkan sebagai sebuah kabupaten sampai saat ini.